Sensor
1. Sensor Suhu LM35
LM35 adalah sensor suhu berbasis semikonduktor yang mengeluarkan tegangan analog proporsional dengan suhu lingkungan dalam derajat Celcius. Sensor ini sudah dikalibrasi pabrik sehingga tidak memerlukan kalibrasi eksternal dan mudah diintegrasikan dengan mikrokontroler.


Gambar 1. Sensor suhu LM35
Tabel 1 Spesifikasi LM35 (lihat datasheet)

Sensor ini memiliki sensitivitas tergolong sedang (10 mV/°C), dalam pengoperasiannya memerlukan ADC (Analog Digital to Converter) karena keluaran dari sensor ini berupa tegangan analog. Jika lingkungan terlalu dingin (di bawah –55 °C), sensor tidak akan memberikan nilai yang akurat. Jika lingkungan terlalu panas (di atas +150 °C), sensor juga tidak dapat mengukur dengan benar, dan paparan suhu ekstrem tersebut dapat merusak elemen semikonduktor di dalamnya.
2. Sensor Suhu dan Kelembapan (DH11 dan DHT22)
DHT11 adalah sensor digital yang mampu mengukur suhu dan kelembapan udara. Sensor ini ideal untuk prototipe dengan kebutuhan akurasi dan jangkauan tidak terlalu tinggi, seperti monitor udara dalam ruangan, stasiun cuaca sederhana, atau otomasi rumah.

Gambar 2. Bentuk DHT11
Tabel 2. Spesifikasi DHT11

Sensor DHT22 (disebut juga dengan AM2302) adalah versi lebih akurat dan rentang lebih luas dari DHT11. Meskipun harganya sedikit lebih tinggi, DHT22 banyak dipilih untuk aplikasi yang memerlukan data kelembapan dan suhu lebih andal. Umumnya sensor ini memiliki tiga pin, yaitu: VCC untk tegangan positif 3.3–6 V, GND untuk ground atau tegangan negatif, dan Data untuk saluran data digital untuk mentransmisikan data suhu dan kelembapan ke perangkat mikrokontroler.

Gambar 3. Bentuk DHT22
Tabel 3. Spesifikasi DHT22

3. Sensor Suhu untuk Skala Industri
Dalam aplikasi industri, pemilihan sensor suhu perlu mempertimbangkan rentang pengukuran yang luas, akurasi tinggi, ketahanan lingkungan (getaran, korosi, suhu ekstrem), dan kemudahan integrasi ke sistem kontrol otomatis, seperti PLC atau SCADA. Berikut beberapa jenis sensor suhu industri beserta karakteristik dan contohnya:
1. Thermocouple
Thermocouple adalah sensor suhu yang bekerja berdasarkan Efek Seebeck, yaitu fenomena munculnya tegangan listrik (EMF) ketika dua logam berbeda disambung dan mengalami perbedaan suhu. Thermocouple banyak digunakan di industri karena: rentang suhu sangat luas (hingga >1.000 °C tergantung tipe), respons cepat terhadap perubahan suhu, dan tahan getaran dan kondisi ekstrem. Rentang sangat luas, tahan guncangan dan getaran, dan respon cepat terhadap perubahan suhu. Elemen thermocoupleterdiri dari dua kawat logam berbeda yang dihubungkan pada satu titik (junction). Ketika ada perbedaan suhu antara junction pengukuran dan junction referensi, timbul tegangan termal (thermo-electric voltage) yang proporsional terhadap selisih suhu tersebut.

Gambar 4. Contoh Thermocouple
2. Resistance Temperature Detector (RTD)
Resistance Temperature Detector (RTD) merupakan sensor suhu yang bekerja dengan mendeteksi perubahan resistansi listrik pada elemen logam murni seiring fluktuasi temperatur. Secara umum terbuat dari bahan platinum, nikel, atau tembaga. Cara kerjanya memanfaatkan sifat logam murni yang resistansinya bertambah secara cukup linier saat suhu meningkat. Kelebihan dari senso ini, seperti: kesalahan hanya ±0,1 °C atau lebih rendah dengan kalibrasi baik, hasil pengukuran konsisten dalam jangka panjang, secara umum memiliki rentang suhu –200 °C hingga +850 °C (tergantung bahan dan konstruksi).

Gambar 5. Resistance Temperature Detector (RTD)
3. Infrared (IR) Pyrometer
Infrared (IR) Pyrometer adalah sensor suhu non-kontak yang menentukan temperatur permukaan suatu benda dengan menangkap radiasi inframerah yang dipancarkannya. Tidak seperti termometer kontak (misalnya termokopel atau RTD), pyrometer IR bisa membaca suhu dari jarak jauh tanpa menyentuh objek. Pyrometer inframerah bekerja dengan mengumpulkan radiasi termal yang dipancarkan oleh permukaan objek melalui sebuah lensa fokus, kemudian mengarahkan radiasi tersebut ke detektor semikonduktor yang mengubah intensitas cahaya inframerah menjadi sinyal listrik; sinyal ini selanjutnya dikompensasi berdasarkan emisivitas permukaan dan dihitung menggunakan persamaan Planck atau Stefan–Boltzmann untuk menghasilkan nilai suhu, sehingga pengukuran dapat dilakukan dari jarak tertentu tanpa perlu kontak fisik dengan objek. Emisivitas adalah ukuran kemampuan suatu permukaan materi dalam memancarkan radiasi termal (inframerah) dibandingkan dengan badan hitam ideal (blackbody) pada suhu yang sama. Rentang suhu yang dapat diukur oleh pyrometer inframerah (IR) sangat bergantung pada jenis detektor, lensa, dan kalibrasi emisivitasnya, namun umumnya berada dalam kisaran: model low-end (single-color, detektor thermopile) sekitar −50 °C hingga +500 °C, model mid-range (detektor InGaAs atau PbS) sekitar −50 °C hingga +1.000 °C, model high-end (two-color atau detektor bolometrik, lensa khusus) hingga +2.000 °C atau lebih terutama untuk aplikasi peleburan logam. Sensor ini memiliki kelebihan, seperti: pengukuran non-kontak, respon sangat cepat, jangkauan suhu luas, fleksibilitas jarak dan spot size, tahan kondisi ekstrem, minimalkan kontaminasi dan gangguan proses, dan kemudahan integrasi ke sistem IoT/SCADA.

Gambar 6. Contoh Infrared (IR) Pyrometer