Layer Arsitektur
Arsitektur Internet of Things (IoT) umumnya dibagi menjadi beberapa layer, masing-masing dengan peran dan fungsinya sendiri dalam membangun sistem yang terintegrasi.

Gambar 1. Layer Arsitektur IoT
Pendekatan ini memudahkan pengembangan sistem yang modular, efisien, dan mudah untuk diperluas. Berikut adalah empat lapisan utama yang membentuk arsitektur IoT, dijelaskan secara bertahap dari bawah ke atas seperti yang ditunjukan pada Gambar 1.
1. Sensing Layer
Lapisan ini merupakan dasar dari arsitektur IoT yang berfungsi sebagai antarmuka langsung antara dunia fisik dan sistem IoT atau lapisan ini merupakan bagian dari perangkat keras. Pada lapisan ini, berbagai perangkat seperti sensor, aktuator, dan mikrokontroler digunakan untuk mendeteksi, mengukur, serta merespons kondisi lingkungan. Sensor berfungsi untuk mengukur kondisi fisik atau kimia lingkungan seperti suhu, kelembaban, cahaya, tekanan, gerakan, dan lainnya, lalu mengubahnya menjadi data digital yang dapat diproses oleh sistem. Sedangkan, aktuator berfungsi untuk memberikan respons terhadap perintah tertentu, misalnya mengaktifkan kipas, membuka pintu, menyalakan alarm, menghidupkan lampu, atau menggerakan perangkat lainnya.
Kemudian, karakteristik dari lapisan sensing mencakup beberapa aspek pentik seperti Akurasi, Sensitivitas, Reliabilitas, Energy-Efficient, dan integrasi dengan mudah. Aspek akurasi untuk memastikan kualitas data yang dihasilkan dari pengukuran sehingga informasi dapat dipercaya. Pada Sensitivitas memungkinkan sensor mendeteksi perubahan kecil pada parameter yang diukur, sehingga sistem dapat merespons dengan tepat. Reliabitas memastikan perangkat dapat bekerja optimal dalam jangka waktu panjang dan juga memiliki konsistensi pengukuran. Kemudian aspek Energy-Efficient sangat penting pada perangkat IoT agar dapat bertahan lebih lama. Terakhir, aspek Integrasi yang mudah untuk memastikan perangkat IoT dapat dihubungkan langsung pada perangkat atau modul lainnya tanpa memerlukan konfigurasi yang rumit sehingga dapat mempermudah penggembangan dan implementasi sistem. Adapun komponen utama dalam sensing layer seperti berikut:
A. Sensor
Sensor secara umum dapat diibaratkan sebagai “indera” pada tubuh manusia, seperti mata, telinga, kulit, atau lidah. Demikian pula pada sensor IoT, yang merupakan perangkat atau modul berfungsi untuk mendeteksi atau mengukur perubahan fisik maupun kimia di lingkungan, kemudian mengubahnya menjadi sinyal listrik atau data yang dapat diproses oleh sistem.
Berdasarkan parameter yang diukur berikut adalah jenis modul sensor seperti sensor suhu (tipe: DHT22, DS18B20, LM35), sensor kelembaban (tipe: DHT11, SHT31), sensor cahaya (tipe: LDR, TSL2561), sensor gerak (tipe: MPU6050, PIR), sensor tekanan (tipe: BMP280, MPX5700), sensor jarak (tipe: HC-SR04, LiDAR), sensor pH, sensor gas (tipe: MQ-2, MQ-3, MQ-4, MQ-7, MQ-135), sensor biologis (tipe: MAX30100, MAX30102).
B. Aktuator
Perangkat aktuator berfungsi untuk mengubah sinyal listrik menjadi aksi mekanis sebagai respon terhadap perintah dari sistem kontrol. Dalam sistem IoT, perangkat aktuator bertindak secara langsung terhadap kondisi lingkungan, sedangkan sensor bertindak untuk memantau kondisi lingkungan. Jadi, aktuator menjalankan aksinya berdasarkan hasil pemrosesan data dari sensor.
Berdasarkan jenisnya aktuator dapat dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu:
- Aktuator Elekromekanis yang berfungsi untuk menghasilkan gerakan putaran secara linier. Contoh, motor Direct Current (DC), motor servo, dan motor stepper.
- Aktuator Elekromagnetik yang berfungsi untuk mendorong objek biasanya menggunakan medan magnet. Contoh, relay, solenoid.
- Aktuator Termal yang berfungsi untuk mengubah energi menjadi panas. Contoh, heater.
- Aktuator Pneumatik yang berfungsi menghasilkan gerakan mekanis dari tekanan cairan atau udara.
C. Mikrokontroler / Embedded System
Mikrokontroler merupakan sebuah chip tunggal yang memiliki prosesor, memori, dan antarmuka Input/Output (I/O) yang terintegrasi, serta dirancang untuk menjalankan tugas tertentu. Dalam sistem IoT, mikrokontroler berperan sebagai unit pemroses yang mengatur komunikasi antara sensor, aktuator, serta jaringan (network layer). Mikrokontroler digunakan karena memiliki beberapa kelebihan, seperti konsumsi daya yang rendah, ukuran yang sangat kecil dan harga yang relatif murah serta mudah diprogram dan diintegrasikan dengan berbagai sensor dan aktuator. Dalam praktiknya, mikrokontroler memiliki fungsi sebagai berikut ini:
- Mengakses dan membaca data dari sensor
- Menjalankan logika kontrol awal, seperti dengan menentukan ambang batas tertentu untuk data sensor
- Mengendalikan aktuator
- Mengirimkan data ke aplikasi melalui jaringan
2. Network Layer
Pada bagian ini merupakan jaringan yang berfungsi sebagai penghubung antar perangkat dan sistem. Lapisan ini bertugas untuk mentransmisikan data dari sensor dan mikrokontroler (Sensing Layer) ke sistem pengolahan data (Data Processing Layer) atau langsung ke aplikasi pengguna. Di sisi lain, aspek keamanan juga menjadi perhatian utama. Untuk melindungi data yang ditransmisikan melalui jaringan, diterapkan mekanisme autentikasi dan enkripsi agar informasi tetap aman dari ancaman penyusupan atau kebocoran, baik saat menggunakan jaringan publik maupun privat.
Berbagai teknologi jaringan yang umum digunakan meliputi, Wi-Fi untuk perangkat yang memerlukan bandwidth tinggi dan berada dalam jangkauan router. Bluetooth untuk komunikasi jarak dekat seperti pada perangkat wearable. LoRa dan Sigfox Untuk area dengan cakupan luas karena mampu mengirimkan data dalam jarak jauh dengan konsumsi daya yang sangat rendah. Di sisi lain, koneksi berbasis jaringan seluler seperti 4G, 5G, dan NB-IoT dapat digunakan karena memungkinkan perangkat untuk langsung terhubung ke internet tanpa harus melalui gateway tambahan.
Disisi lain, protokol komunikasi berfungsi sebagai mekanisme atau aturan yang memungkinkan pertukaran data antar perangkat. Setiap protokol dirancang untuk memenuhi kebutuhan tertentu, mulai dari efisiensi bandwidth, keamanan, hingga latensi. Beberapa contoh protokol komunikasi yang sering digunakan untuk sistem IoT yaitu, MQTT, LoRa, CoAP, HTTP/HTTPS dan lainnya. Secara umum, pemilihan protokol komunikasi dalam jaringan IoT harus disesuaikan dengan kebutuhan sistem atau projek.
3. Data Processing Layer
Data Processing Layer adalah lapisan dalam arsitektur Internet of Things (IoT) yang berfungsi sebagai pusat pengolahan data. Lapisan ini menerima data mentah yang dikirimkan dari network layer, kemudian mengubahnya menjadi informasi yang lebih terstruktur, bermakna, dan siap digunakan oleh application layer. Dalam konteks Internet of Things (IoT), perangkat menghasilkan data secara real-time. Tantangannya, data ini sering tidak stabil, volumenya sangat besar, dan formatnya beragam karena berasal dari berbagai perangkat. Data ini kemudian diproses di berbagai tingkatan, bisa di edge devices untuk respon cepat, hingga di cloud computing untuk analisis lebih mendalam seperti arsitektur yang ditunjukan pada Gambar 2. Di sinilah algoritma seperti artificial intelligence digunakan untuk menemukan pola, memprediksi kondisi, dan mendeteksi anomali.
Sebagai contoh, dalam sistem pertanian, perangkat tidak hanya mengirimkan nilai kelembaban tanah, tetapi melalui data processing informasi tersebut dapat diolah lebih lanjut untuk menentukan apakah lahan perlu diairi, berapa banyak air yang dibutuhkan, hingga memprediksi kebutuhan air di musim tertentu. Hasilnya bukan lagi sekadar angka, melainkan rekomendasi atau tindakan yang perlu dilakukan. Hal ini memungkinkan IoT tidak hanya sekadar mengumpulkan data, tetapi mampu memberikan informasi untuk melakukan tindakan secara langsung.

Gambar 2. Arsitektur Edge–Fog–Cloud dalam Sistem IoT
Pada Gambar 2. teknologi yang digunakan dalam Data Processing Layer:
- Edge Computing adalah teknologi pemrosesan data yang dilakukan pada perangkat IoT itu sendiri. Keunggulannya adalah respon sangat cepat, karena data tidak perlu dikirim jauh ke server. Kekurangannya, kapasitas pemrosesan terbatas karena perangkat edge biasanya memiliki sumber daya (prosesor, memori) yang lebih kecil dibandingkan server cloud.
- Fog Computing adalah teknologi pemrosesan yang dilakukan antara edge dan cloud. Keuntungannya, sistem bisa memproses sebagian data secara langsung pada perangkat IoT (edge computing), sekaligus memanfaatkan analisis lebih lanjut di cloud jika diperlukan. Ini juga berfungsi mengurangi beban jaringan dan meningkatkan efisiensi data transfer, karena data sebagian sudah diproses di perangkat IoT.
- Cloud Computing adalah pemrosesan data pada server, dengan kapasitas penyimpanan dan pemrosesan yang tinggi. Cloud computing sesuai untuk analisis data yang kompleks, pemodelan AI/ML dan penyimpanan data jangka panjang. Karena data dikirim ke server sehingga waktu respon biasanya lebih lambat dibanding edge, tetapi kemampuan analisis dan kapasitasnya jauh lebih besar.
4. Application Layer
Application layer berfungsi sebagai antarmuka antara sistem IoT dengan pengguna untuk berinteraksi. Pada lapisan ini, data perangkat IoT ditampilkan dalam bentuk informasi yang mudah dipahami bisa dalam bentuk grafik, tabel ataupun angka serta dapat digunakan untuk pengambilan keputusan. Adapun fungsi utama dari lapisan ini adalah:
- Penyajian informasi, dimana data hasil analisis ditampilkan melalui aplikasi mobile atau web dalam bentuk visualisasi.
- Interaksi pengguna, memungkinkan pengguna untuk memberikan perintah langsung ke perangkat IoT.
- Manajemen perangkat, melalui aplikasi pengguna dapat menajemen fitur seperti menambah, menghapus, serta melalukan konfigurasi.
- Integrasi layanan, menghubungkan perangkat IoT dengan layanan eksternal atau platform lainnya.
Dalam membangun sistem IoT, terdapat berbagai perangkat lunak dan tools yang dapat digunakan seperti Node-RED, Blynk, Web, Mobile Apps, Cloud Plafroms. Tools ini berfungsi untuk menghubungkan sensor dengan layanan, menampilkan data dalam bentuk dashboard, serta memungkinkan pengguna berinteraksi langsung dengan perangkat IoT.
